Sahabat investor,
Saya akhirnya memutuskan untuk investasi di saham GOTO. Semula terdorong oleh spekulasi dari beredar nya rumor merger GOTO – GRAB, yang, menurut saya kalau terealisasi, bisa menjadi M&A monumental di pasar modal Indonesia. Rumor itu dibantah. Harga saham GOTO terus melorot. Tapi spekulasi itu telah mendorong saya mempelajari materi paparan publik GOTO. Dan memutuskan untuk menjadi salah satu investor “gurem” di situ.
Keputusan investasi itu saya ambil justru saat saham GOTO “babak-belur”. Sejak awal 2024, Year To Date (YTD), saham GOTO menjadi anggota MSCI Indonesia dengan kinerja terburuk. Turun hampir 26%. Menggunakan rentang harga 52 minggu – 54 – 147 – saham GOTO – Selasa 05/03/24 ditutup padar 163 – tinggal kurang dari separuh harga tertinggi 52 minggu. YTD, sebagai anggota LQ45, saham GOTO berada di posisi 44. Hanya menang sedikit dari “teman sejenis” BUKA, yang turun 29%.
Menjelang IPO, dua tahun lalu, saya banyak menulis dan berceloteh tentang GOTO. Lebih spesifik mengeritik praktek bisnis GOTO. Saya tidak meragukan peran sosial GOTO yang besar dan peluang bisnis yang lebar. Kritik saya, bertumpu pada dua hal.
- [1] Strategi mengejar pasar dengan mengorbankan rentabilitas. Bakar duit! GTV / GMV naik terus, tapi pada saat yang sama rugi bersih pun naik terus. Dalam kacamata saya sebagai investor, suatu entitas bisnis tidak mungkin bertahan hidup tanpa kemampuan mencetak laba secara wajar dan bertumbuh secara wajar pula.
- [2] Kesenjangan yang begitu lebar antara harga yang ditawarkan kepada publik dengan setoran pendiri / pelaksanaan ESOP bagi saya merupakan ketidak-adilan di pasar modal Indonesia. Harga pelaksanaan ESOP / MESOP memang harus lebih rendah dari harga pasar, agar bisa menjadi bagian remunerasi / insentif. Tapi pada kasus GOTO memang “mengusik rasa kedilan”. Bayangkan: Pendiri setor Rp 1. Mitra kerja dan konsultan setor Rp 2. Para venture capitalists rata-rata setor di atas Rp 200 dan publik melalui IPO menyetor Rp 338. Bandingkan misalnya dengan BELI, yang menawarkan harga IPO Rp 450 dan menetapkan harga pelaksanaan MESOP Rp 432.
Memang mekanisme GPF membuat GOTO tak perlu menerbitkan saham baru setiap kali pelaksanaan ESOP. Tidak terjadi dilusi pemilikan. Tapi terjadi “dilusi harga di pasar”, setiap kali ada pelaksanaan hak dengan menyetor Rp 2.
Bagi investor ritel pengurangan porsi pemilikan sama sekali bukan soal. Tapi pengurangan nilai riil dalam portfolio, adalah fokus segala soal! Saat ini masih ada lebih dari 64 miliar saham dalam rekening GPF yang pelan pelan akan mengguyur pasar dengan harga tebus Rp 2
Kritik yang ke [2] ini praktis tidak bisa dikoreksi. Namun saya menangkap ada reorientasi pengelolaan bisnis pada GOTO. Manajemen mulai berusaha sungguh sungguh menciptakan laba. Pengurangan aktivitas bakar duit, dan upaya penghematan di beberapa lini, cukup menunjukkan reorientasi itu
Berikut beberapa indikator lain menyangkut reorientasi bisnis GOTO:
- (a) Menyerahkan bisnis e-commerce sepenuhnya kepada Tokopedia, dan tinggal terima fee dari pelayanan ods (front end) dan pembayaran (back end)
- (b) Lebih fokus pada bisnis ODS / ride hailing dan fintech. Giat melakukan service diversification, perluasan pasar dan peningkatan volume pada setiap segmen
- (c) Pencapaian adjusted EBITDA positif pada Q4-2023 menunjukkan posisi kas yang kuat. Tidak perlu melakukan private placement terus menerus yang mengakibatkan membengkaknya jumlah saham beredar dan dilusi pemilikan terus menerus.
Divestasi Tokopedia akan merampingkan aset. Karena aset dan liabilitas Toped akan keluar dari neraca konsolidasi. Saya belum sempat melihat nilai goodwill dalam neraca GOTO pra diveststasi. Akankah dibebankan langsung seluruhnya sebagai biaya 2023? Pembebanan goodwill menjadi biaya memang akan berpeluang meningkatkan rugi buku 2023, Tapi itu biaya non cash dan akan mengurangi biaya amortisasi – bersamaan dengan pengurangan depresiasi – di tahun tahun mendatang.
Saatnya semua itu dijadikan modal awal untuk membuktikan kalau GOTO, sebagai entitas bisnis, mampu menciptakan laba!
Hasan Zein Mahmud (Mentor LP3M Investa)
Mantab